Kamis, 22 Agustus 2019

Guru Muda Milenial



Ia sosok yang begitu menginspirasi. Sosok yang mampu membakar semangat muda.Sosok yang menurut hematku bisa menjadi role model di masa depan. Dialah Cekgu muda yang pernah kujumpai disepenggal perjalanan hidupku.



Cekgu yang pernah mengaduk-aduk perasaan setengah bayaku. Cekgu yang membuatku tak ingin menjadi butiran debu diantara mereka yang muda dan berkarya. Cekgu yang pernah memompa semangatku bangkit agar tetap tegak berjalan bersama.



Cekgu yang katanya tak berpengalaman itu, namun nyatanya mampu berinovasi mengalahkan yang berpengalaman. Cekgu yang idealis namun mampu berjuang meski harus mengabdi di tempat jauh dan  kecil.



Satu diantara sosok Cekgu muda milenial yang lahir dari rahim CAT yang tanpa diuji pengalaman mengajar. Sosok para Cekgu muda yang sering dibully oleh hatters dunia maya yang nyatanya jauh lebih kreatif dari mereka yang hanya mengandalkan pengalaman mengajar puluhan tahun.



Sosok yang katanya sendiri adalah Cekgu penikmat jarak.

BAYAR DENDA

“Ketika hasrat menulis dihalang oleh kegiatan yang tak kalah penting merupakan hal yang sangat menyakitkan. Antara mengikuti niat hati dan mengerjakan hal wajib yang tidak bisa dilanggar”. 


Setiap pemula pasti merasakan hal yang saya utarakan di atas. Sebagai pemula menghasilkan tulisan setiap hari adalah hal wajib. Namun, memenuhi kewajiban hidup adalah sebuah keniscayaan. Tetapi, rutinitas menulis juga harus menjadi prioritas agar niat hati yang sudah tertanam kuat dalam sanubari tidak luntur.

Tentu. Membagi waktu adalah jawaban yang terpikir dan disarankan, baik oleh penulis profesional maupun oleh sang pengamat masa. Karena berbicara adalah mudah, namun melaksanakan adalah hal tersulit yang didapatkan oleh para pemula. Karena yang tahu kondisi diri penulis adalah ia sendiri.

Dari semua kesulitan dalam membagi waktu penulis pemula dapat diatasi dengan membayar denda. Membayar hari menulis yang hilang dihari berikutnya. Membayar tulisan sesuai dengan jumlah hari yang sudah ditinggalkan. Menurut hemat penulis pemula ini merupakan salah satu bagian untuk tetap menjaga komitmen diri dalam menulis.

Rabu, 21 Agustus 2019

STRUKTUR DAN KAIDAH BERITA

Membaca itu Merdeka jua





Merdeka adalah bebas. Dalam sejarah Indonesia, merdeka berarti bebas dari penjajahan. Merdeka dari tekanan negara penjajah.

Merdeka merupakan kata yang paling sakral. Kata yang paling bermakna dalam kamus hidup bangsa dan negara Indonesia. Kata yang mengartikan akhir  kemenangan perjuangan para pejuang kita. Kata yang menjadi pemantik para generasi milenial untuk membebaskan diri darikekalutan hidup.

Meraih kemerdekaan di era sekarang tidaklah sama dengan tempo dulu. Kini, meraih kemerdekaan bukanlah dengan membawa bambu runcing mengusir penjajah. Namun, menggapai kata merdeka adalah mengusir rasa”nano nano” dari dalam diri.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh generasi milenial dalam memaknai kemerdekaan.Salah satunya adalah membaca. Rajin melahap buku agar generasi milenial tidak tertinggal jauh di belakang.

Karena belajar di sekolah dan buku pelajaran saja belumlah cukup. Banyak sekali hal di luar buku pelajaran yang harus dilahap untuk menunjang materi yang sudah diterima dan mengembangkannya sesuai kebutuhan zaman.

Keberadaan era digital saatini menjadi penopang yang paling ampuh dalam meningkatkan wawasan. Lewat literasi digital pengetahuan tentang berbagai informasi sangatlah mudah.Kita tidak perlu terpaku lagi pada“open mybook”agar kita tahu tentang sesuatu. Kita bisa mengandalkan ponsel cerdas kapan dan dimana saja untuk membaca informasi maupun referensi. Hanya saya kita harus pandai-pandai dalam menyaring informasi (bukan hoaks).

Sudah 74 tahun Indonesia merdeka. Sudah 74 tahun pula Indonesia membangun diri menuju kebebasan yang hakiki. Mari lakukan hal bermakna mulai dari diri sendiri untuk memaknai kemerdekaan ini. Karena terbebas dari wawasan yang sempit itu adalah merdeka jua.









Selasa, 20 Agustus 2019

MENGGAPAI ANGAN


“Menulislah setiap hari, lalu buktikan apa yang akan terjadi”, itulah kutipan kalimat yang kudengar dari seorang master yang sudah ternama di Indonesia. Kalimat yang terdengar biasa namun punya kekuatan besar di dalamnya. Kekuatan yang membangkitkan hal yang paling ku ingin selama ini.

Seminggu sudah tekad ini kujalani.  Semakin kurasa, kata itu semakin begitu nyata. Ide ku pun habis, tak tahu lagi apa yang harus ku tulis. Namun, jiwa ini meronta. Seperti ada sesuatu yang harus kulepas. Banyak sekali untaian kata bergentayangan di angan. Berkelebat seperti cahaya yang tak bisa ku sentuh. Jika ku untai mereka satu persatu. Semuanya hilang umpama cahaya yang ditelan mendung.

Hatiku semakin kokoh, seperti  tak gusar meski sering di olok angan. Sebab hasrat yang kupunya begitu besar. Hasrat yang sudah mengukuhkan hatiku untuk maju meski dibendung.

Dalam hidup yang sudah separuh kujalani. Ada hal baru yang begitu ku ingin. Ingin angan untuk bisa menulis terwujud nyata. Ingin ada hal yang  bisa kucerita kepada sang buah hati tentang aku dan asaku. Ingin ada hal yang mereka kenang selain dari bunda yang membaca cerita setiap malam sebelum tidur. Semoga ingin yang ku angankan ini tidaklah seperti ilalang yang merindu menggapai rembulan.