Kamis, 05 September 2019
Kamis, 22 Agustus 2019
Guru Muda Milenial
Ia sosok yang begitu menginspirasi. Sosok yang mampu
membakar semangat muda.Sosok yang menurut hematku bisa menjadi role model di
masa depan. Dialah Cekgu muda yang pernah kujumpai disepenggal perjalanan hidupku.
Cekgu yang pernah mengaduk-aduk perasaan setengah bayaku. Cekgu
yang membuatku tak ingin menjadi butiran debu diantara mereka yang muda dan
berkarya. Cekgu yang pernah memompa semangatku bangkit agar tetap tegak berjalan
bersama.
Cekgu yang katanya tak berpengalaman itu, namun nyatanya mampu
berinovasi mengalahkan yang berpengalaman. Cekgu yang idealis namun mampu berjuang
meski harus mengabdi di tempat jauh dan kecil.
Satu diantara sosok Cekgu muda milenial yang lahir dari
rahim CAT yang tanpa diuji pengalaman mengajar. Sosok para Cekgu muda yang sering
dibully oleh hatters dunia maya yang nyatanya jauh lebih kreatif dari mereka yang
hanya mengandalkan pengalaman mengajar puluhan tahun.
Sosok yang katanya sendiri adalah Cekgu penikmat jarak.
BAYAR DENDA
“Ketika hasrat menulis dihalang oleh kegiatan yang tak
kalah penting merupakan hal yang sangat menyakitkan. Antara mengikuti niat hati
dan mengerjakan hal wajib yang tidak bisa dilanggar”.
Setiap pemula pasti merasakan hal yang saya utarakan
di atas. Sebagai pemula menghasilkan tulisan setiap hari adalah hal wajib.
Namun, memenuhi kewajiban hidup adalah sebuah keniscayaan. Tetapi, rutinitas
menulis juga harus menjadi prioritas agar niat hati yang sudah tertanam kuat
dalam sanubari tidak luntur.
Tentu. Membagi waktu adalah jawaban yang terpikir
dan disarankan, baik oleh penulis profesional maupun oleh sang pengamat masa. Karena
berbicara adalah mudah, namun melaksanakan adalah hal tersulit yang didapatkan oleh
para pemula. Karena yang tahu kondisi diri penulis adalah ia sendiri.
Dari semua kesulitan dalam membagi waktu penulis
pemula dapat diatasi dengan membayar denda. Membayar hari menulis yang hilang dihari
berikutnya. Membayar tulisan sesuai dengan jumlah hari yang sudah ditinggalkan.
Menurut hemat penulis pemula ini merupakan salah satu bagian untuk tetap
menjaga komitmen diri dalam menulis.
Rabu, 21 Agustus 2019
Membaca itu Merdeka jua
Merdeka adalah bebas. Dalam sejarah Indonesia,
merdeka berarti bebas dari penjajahan. Merdeka dari tekanan negara penjajah.
Merdeka merupakan kata yang paling sakral. Kata yang
paling bermakna dalam kamus hidup bangsa dan negara Indonesia. Kata yang
mengartikan akhir kemenangan perjuangan para
pejuang kita. Kata yang menjadi pemantik para generasi milenial untuk
membebaskan diri darikekalutan hidup.
Meraih kemerdekaan di era sekarang tidaklah sama
dengan tempo dulu. Kini, meraih kemerdekaan bukanlah dengan membawa bambu
runcing mengusir penjajah. Namun, menggapai kata merdeka adalah mengusir rasa”nano nano”
dari dalam diri.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh generasi
milenial dalam memaknai kemerdekaan.Salah satunya adalah membaca. Rajin melahap
buku agar generasi milenial tidak tertinggal jauh di belakang.
Karena belajar di sekolah dan buku pelajaran saja belumlah
cukup. Banyak sekali hal di luar buku pelajaran yang harus dilahap untuk
menunjang materi yang sudah diterima dan mengembangkannya sesuai kebutuhan
zaman.
Keberadaan era digital saatini menjadi penopang yang
paling ampuh dalam meningkatkan wawasan. Lewat literasi digital pengetahuan
tentang berbagai informasi sangatlah mudah.Kita tidak perlu terpaku lagi pada“open
mybook”agar kita tahu tentang sesuatu. Kita bisa mengandalkan ponsel cerdas
kapan dan dimana saja untuk membaca informasi maupun referensi. Hanya saya kita
harus pandai-pandai dalam menyaring informasi (bukan hoaks).
Sudah 74 tahun Indonesia merdeka. Sudah 74 tahun
pula Indonesia membangun diri menuju kebebasan yang hakiki. Mari lakukan hal bermakna
mulai dari diri sendiri untuk memaknai kemerdekaan ini. Karena terbebas dari wawasan
yang sempit itu adalah merdeka jua.
Selasa, 20 Agustus 2019
MENGGAPAI ANGAN
“Menulislah setiap
hari, lalu buktikan apa yang akan terjadi”, itulah kutipan kalimat yang kudengar
dari seorang master yang sudah ternama di Indonesia. Kalimat yang terdengar
biasa namun punya kekuatan besar di dalamnya. Kekuatan yang membangkitkan hal
yang paling ku ingin selama ini.
Seminggu sudah tekad ini kujalani. Semakin kurasa, kata itu semakin begitu
nyata. Ide ku pun habis, tak tahu lagi apa yang harus ku tulis. Namun, jiwa ini
meronta. Seperti ada sesuatu yang harus kulepas. Banyak sekali untaian kata bergentayangan
di angan. Berkelebat seperti cahaya yang tak bisa ku sentuh. Jika ku untai
mereka satu persatu. Semuanya hilang umpama cahaya yang ditelan mendung.
Hatiku semakin kokoh,
seperti tak gusar meski sering di olok
angan. Sebab hasrat yang kupunya begitu besar. Hasrat yang sudah mengukuhkan
hatiku untuk maju meski dibendung.
Dalam hidup yang sudah
separuh kujalani. Ada hal baru yang begitu ku ingin. Ingin angan untuk bisa
menulis terwujud nyata. Ingin ada hal yang
bisa kucerita kepada sang buah hati tentang aku dan asaku. Ingin ada hal
yang mereka kenang selain dari bunda yang membaca cerita setiap malam sebelum
tidur. Semoga ingin yang ku angankan ini tidaklah seperti ilalang yang merindu
menggapai rembulan.
Seminggu sudah tekad ini kujalani. Semakin kurasa, kata itu semakin begitu nyata. Ide ku pun habis, tak tahu lagi apa yang harus ku tulis. Namun, jiwa ini meronta. Seperti ada sesuatu yang harus kulepas. Banyak sekali untaian kata bergentayangan di angan. Berkelebat seperti cahaya yang tak bisa ku sentuh. Jika ku untai mereka satu persatu. Semuanya hilang umpama cahaya yang ditelan mendung.
Langganan:
Postingan (Atom)